Minggu, 19 Maret 2017

(L)ego

Aku dapatkan sekantung lego. Masih berantakan, ku ingin legoku menjadi sebuah bangunan. Legoku banyak warna, ada gelap dan terang. Kecil dan besar.

Hampir 5 tahun yang lalu aku mulai bangun dan susun lego ku. Aku rancang sebuah bangunan yang sederhana. Cukup sederhana dan apa adanya. Terkadang aku berekspektasi tumpukan lego ini akan menjadi bangunan yang aku idamkan. Aku memimpikan sebuah rumah.

Perjalanan menyusun lego ku mulai. Aku susun dari bawah. Aku ingin rumah legoku kokoh. Aku buat dinding-dindingnya dengan penuh percaya. Apalagi yang bisa kuat selain kepercayaan. Pada saat itu aku selalu meyakinkan diri bahwa lego yang ku dapat ini akan menjadi rumah. Terus ku susun legoku tahun demi tahun. Aku buat jendela dan pintu agar rumahku bisa melihat dunia. Yaa susunan lego ini tentu tidak sempurna, bisa dibilang ada kurangnya. Ada warna yang tidak kusuka, tapi pemakluman-pemakluman itu kubiarkan ada. Aku anggap seni saja dalam susunan legoku. Bangunanku juga tersusun tidak rapih. Semakin lama tersusun dan menjadi bangunan, susunan dindingnya ada yang mulai hilang. Jatuh. Tapi aku tetap menyusunnya. Sambil kuyakini dalam hati legoku harus menjadi sebuah rumah.

Sudah panjang waktu terlewati. Aku menjadi punya target untuk menyelesaikan legoku. Aku ingin segera melihat legoku menjadi rumah. Yang memiliki atap. Yang menaungi bangunanku dengan teduh. Atap yang menjadikan wujudnya  nyata sebagai rumah. Hampir, sedikit lagi. Sudah ada rangka atapnya, akan kususun atap itu untuk menjadikannya rumah dan kemudian aku tersenyum.

Semuanya tidak berjalan seperti yang aku inginkan. Susunan yang aku bangun satu persatu dari bawah, dinding yang kubagun dengan rasa percaya, jendela dan pintu yang ada untuk melihat dunia, atap yang menaungi sebuah komitmen semua menjadi berantakan. Susunan itu berantakan. Begitu saja. Tanpa permisi tanpa basa basi. Ada yang menerpa bangunanku, tanpa ku inginkan ada. Hadir begitu saja, membuat semua kepercayaan itu hilang. Membuat bangunan yang akan aku sebut rumah pun menjadi tak karuan.

Setelah lama, aku bertanya. Apakah aku harus percaya bahwa bangunan itu bisa ada? Bisa berdiri lagi? Bagaimana kususun kembali bangunan itu agar bisa menjadi rumah? Kini bangunanku semi runtuh, dan masihkah ku harus bangun dinding itu kembali dengan rasa percaya?

Lego, bisakah aku menangkan ego?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar